Kami
kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya
mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami
tambah pula untuk mereka petunjuk. (Al-Kahfi [18]: 13)
Mukaddimah
Sepanjang peradaban manusia, pemuda adalah pelopor. Berbagai perubahan
yang terjadi di setiap bangsa, pemuda adalah penggeraknya. Di balik
setiap transformasi sosial, motor utamanya tak lain adalah pemuda.
Ibarat sang surya, maka pemuda bagaikan sinar matahari yang berada pada
tengah hari dengan terik panas yang menyengat. Berbagai bakat, potensi,
kecenderungan, baik mengarah kepada kebaikan maupun kepada kejahatan
memiliki dorongan yang sama kuatnya ketika pada masa muda. Itulah
sebabnya, kegagalan dan keberhasilan seseorang, kematangan kepribadian
manusia pada masa tua ditentukan oleh masa mudanya.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam sebuah Hadits, di antara tujuh
kelompok yang mendapatkan naungan Allah Ta’ala pada hari ketika tak ada
naungan selain naungan-Nya, adalah pemuda yang tumbuh berkembang dalam
ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pemuda dalam Sejarah Islam
Dalam pentas sejarah Islam, dengan mudah kita mendapati pemuda-pemuda
yang namanya terukir dengan tinta emas. Mereka layak menjadi uswah
(teladan) bagi pemuda generasi sekarang. Panutan yang sangat riil
disaat pemuda kini kehilangan figur yang bisa dicontoh. Sebut saja
misalnya, pemuda Ibrahim yang tumbuh di lingkungan masyarakat penyembah
berhala.
Sejarah menyebutkan betapa hebatnya kekuatan ruhani Ibrahim. Ia
menegakkan nilai-nilai tauhid justru di tengah dominasi dan hegemoni
paham paganisme seorang diri. Bahkan ayah kandungnya sendiri menjadi
musuhnya. Kalau bukan kesabaran dan keyakinan yang terpatri di dalam
hati mustahil misi suci ini bisa diwujudkan.
Atau kisah pemuda Al-Kahfi, sebutan bagi para pemuda yang rela
berdiam di dalam gua yang pengap. Mereka lebih memilih meninggalkan
gemerlap kehidupan modern di kota daripada harus tenggelam dalam
tatanan masyarakat yang rusak. Mereka para pemuda yang tak lagi
memikirkan tawaran dunia sebab mereka lebih sibuk mengurus nasib
akhirat. Alhasil, mereka itu sepakat menyelamatkan keimanan mereka
dibanding mengurus dunia ini.
Karakteristik Pemuda Muslim
Sebagai sumber ilmu dan rujuan terbaik, al-Qur`an tidak hanya
menyebutkan para pemuda tersebut sebagai sebuah kisah yang indah, tapi
juga menjelaskan karakteristik sosok pemuda ideal bagi generasi
berikutnya. Ia tak cukup untuk dikenang saja tapi nilai yang paling
utama adalah meniru perilaku dan akhlak mereka sebagai teladan-teladan
terbaik yang pernah ada.
Pertama, memiliki syaja’ah (keberanian) dalam menyatakan yang haq
(benar) itu haq (benar) dan yang bathil (salah) itu bathil (salah).
Karakter utama pemuda Muslim adalah siap bertanggung jawab dan
menanggung risiko dalam mempertahankan keyakinannya.
Teladan spektakuler telah dicontohkan oleh pemuda Ibrahim pada masa
Raja Namrudz, penguasa tirani ketika itu. Dengan gagah berani Ibrahim
menghancurkan sekumpulan berhala kecil, lalu menggantung kapaknya ke
leher berhala yang paling besar. Ibrahim ingin memberikan pelajaran
kepada kaumnya bahwa menyembah berhala itu sama sekali tidak
mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. Kisah heroik ini dikisahkan
secara bertutur dalam surah Al-Anbiya [21]: 56-70.
Kedua, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi untuk mencari dan
menemukan kebenaran atas dasar ilmu pengetahuan dan keyakinan. Seorang
pemuda Muslim tak mengenal kata berhenti dari belajar dan menuntut ilmu
pengetahuan. Semakin banyak ilmu yang dimilikinya, akan menghantarkan ia
menyadari betapa banyak ilmu yang belum diketahui.
Firman Allah, “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku,
perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.”
Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu ?” Ibrahim menjawab: “Aku telah
meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).”
(Al-Baqarah [2]: 260)
Ketiga, sosok pemuda Muslim selalu berusaha dan berupaya untuk
berkelompok dalam bingkai keyakinan dan kekuatan akidah yang lurus.
Sikap mereka layaknya pemuda-pemuda Ashabul Kahfi yang dikisahkan Allah
dalam surah al-Kahfi. Mereka berkumpul untuk merencanakan sebuah
kebaikan dan saling menguatkan di dalamnya. Bukan berkelompok untuk
mengadakan konspirasi jahat atau merencanakan suatu keburukan.
Jadi, para pemuda Muslim berkelompok bukan sekadar untuk huru-hara,
kongkow-kongkow yang tidak jelas. Tetapi mereka berkelompok dalam
kerangka ta’awun ala al-birri wa at-taqwa, bukan berkerjasama dalam
perbuatan dosa dan permusuhan.
Keempat, selalu berusaha untuk menjaga akhlak dan kepribadian
sehingga tidak terjerumus pada perbuatan asusila. Dalam kondisi
sekarang, hal ini menjadi suatu hal yang sangat berat. Dekadensi moral
yang mendera masyarakat khususnya para pemuda. Belum lagi dominasi
budaya Barat yang begitu menggila di tengah masyarakat menjadikan
pergaulan islami menjadi sesuatu yang sangat mahal saat ini. Kisah
kepribadian Nabi Yusuf sangat layak dijadikan teladan bagi para pemuda.
Kala itu pemuda Yusuf digoda oleh Zulaikha di dalam ruangan tertutup.
Tak ada seorang pun yang tahu perbuatan mereka selain mereka berdua
saja. Namun dengan akhlak yang terjaga serta pertolongan Allah tentunya,
akhirnya sang pemuda tampan itu bisa lolos dari jeratan bujuk rayu
Zulaikha yang dibisikkan oleh setan laknatullah. Allah berfirman,
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu)
dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu
andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar
Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya
Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (Yusuf [12]: 22-24).
Kelima, memiliki etos kerja dan etos usaha yang tinggi. Jati diri
pemuda Muslim terlihat pada sikap tidak pernah menyerah pada rintangan
dan hambatan. Ia memandang berbagai kesulitan hidup adalah peluang untuk
mengukir prestasi dan sarana kematangan jiwa.
Kekurangan materi yang melilit kehidupan sehari-hari, kesusahan hidup
yang terus melekat erat tak jarang menjadikan seseorang kehilangan
semangat hidup. Alih-alih berpikir positif untuk orang lain, seringkali
orang seperti ini hanya bisa berpikir pragmatis saja. Sebaliknya, orang
yang punya etos kerja tinggi akan berusaha terus. Meski duka lebih
sering menyapa, tapi hal itu tak menyurutkan ghirah hidupnya. Ia tetap
memiliki visi yang tajam serta himmah aliyah (tekad yang tinggi).
Hal itu diperagakan oleh sosok pemuda Muhammad yang menjadikan
tantangan sebagai peluang untuk sukses hingga ia tumbuh menjadi pemuda
yang bergelar Al-Amin (terpercaya) dari masyarakat. Segala rintangan dan
kesulitan hidup hanya menjadi batu loncatan bagi pemuda Muhammad meraih
kesuksesan hidup.
Setiap tahun, masyarakat kita memperingati hari Sumpah Pemuda di
negara ini. Sayang, peringatan itu hanya sebatas kegiatan seremonial
semata, tetapi miskin subtansi. Dengan adanya karakteristik sosok pemuda
ideal yang dicontohkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits diharapkan bisa
menjadi sumber inspirasi bagi para pemuda Indonesia dahulu, masa kini
dan masa depan.*Sholih Hasyim, pengasuh Pesantren Hidayatullah Kudus.
SUARA HIDAYATULLAH, OKTOBER 2011